Rabu, 20 Februari 2008

Mahkamah Rakyat

bersihkan tuntas biang biang orba

Orde baru adalah era penindasan sesudah orde lama dimana sebagian orang diuntungkan karena mereka telah mensahkan kekuasaan sebagai haknya dan mengambil keuntungan pribadi dengan menggunakan kekuasaan itu.

Karena penyalahgunaan kekuasaan itu rakyat telah dirugikan secara material, pendidikan, sosial budaya, politik, legal, bahkan hak untuk hidup pun kadang tidak lagi dihargai.

Ingatlah bahwa pada saat petani, nelayan, buruh, pekerja, pelayan, pembantu, pegawai, pengusaha kecil, mahasiswa, prajurit, sersan, letnan, kapten, dan segala macam rakyat biasa semakin sengsara ada jenderal, konglomerat, menteri, presiden, calo, penipu, pemilik bank, yang mengambil keuntungan dan berpestapora dari kesengsaraan tersebut.

Andakah korban orde baru???
Adakah sanak keluarga anda yang hilang atau wafat karena meyakini sebuah ideologi yang tidak sesuai dengan ideologi pemerintah?
Adakah sanak keluarga anda yang hilang atau wafat karena berpikir dan berpendapat kritis
Adakah sanak keluarga anda yang hilang atau wafat karena bersilang kepentingan dengan pejabat pejabat orba atau kroninya
Takut pada polisi ?
Tidak bebas berkesenian?
Terpaksa menyogok untuk mencari pekerjaan?
Terpaksa menerima suap untuk kelangsungan hidup anda dan keluarga?
kerja keras tanpa jaminan sukses?
menyogok untuk naik pangkat?
tidak dapat beasiswa karena bukan HMI?
ada kriteria lain email kami

Apa sih Mahkamah rakyat :

Yang pasti mahkamah rakyat yang dimaksud bukanlah pengadilan massa atau pengadilan jalanan yang sering terjadi akhir akhir ini. Mahkamah rakyat adalah sebuah mekanisme yang terorganisir untuk mengambil alih fungsi yuridis mahkamah agung sebagai jalan keluar dari tidak mampunya mahkamah agung menyelesaikan masala masalah rakyat.

I. LATAR BELAKANG UMUM

BERBAGAI KEJAHATAN SOEHARTO / ORDE BARU

Tiga puluh dua tahun lebih rezim Orde baru (Soeharto sebagai personifikasi Orba, serta Militer dan Golkar sebagai manifestasi Organisasi Orba, dan berbagai Kroni di Ekonomi maupun di Birokrasi) berkuasa. Selama itu pula Indonesia berlumuran darah, sebagai buah dari Prilaku politik, Kerakusan, ketamakan serta kekejaman Orde Baru untuk mempertahankan kekuasaan dan menumpuk kekayaan (beberapa peristiwa dapat lihat di tabel)

I . I BEBERAPA KASUS PEMBANTAIAN RAKYAT

Peristiwa

Kasus

Tahun

Korban

Keterangan

1965 –1971

Pembantaian PKI

1965 - 71

800.000–3.000.000 jiwa

Kategori kasus Politik

Tanjung Priok

Pembantaian massal

1984

250 Jiwa

Kategori kasus Politik

27 Juli

Kompetisi politik

1996

30 Jiwa

Kategori kasus Politik

Makasar

Penolakan tarif

1985

4 mahasiswa

Tuntutan Mahasiswa

Haur Koneng

Tanah

-

25 orang

Dipolitisir sebagai PKI

DOM Aceh

Pembantaian massal

1980 - 90

30.000 jiwa

Dituduh GAM

Waduk Nipah

Pembuatan waduk

-

47 jiwa

Dituduh PKI

Lampung

Warsidi

-

25 jiwa

Dituduh GPK

Trisakti

Turunkan Harga

1998

4 jiwa

Tuntutan Mahasiswa

Irian / Papua

Pembantaian massal

1970 - 90

8.000 jiwa

Dituduh GPK

Tim Mawar

Penculikan Aktivis

1996 - 97

22 orang

Kategori kasus politik.

Marsinah

Pembunuhan

-

1 orang

Tuntutan normatif Buruh

Udin Bernas

Pembunuhan

-

1 orang

Pemberitaan Wartawan.

Dan lain-lain

-

1970 - 90

Sekitar 1.000.000 jiwa

Dituduh PKI / NII / GPK


Berbagai kasus lain sampai saat ini diperkirakan sekitar 200 kasus pembunuhan / pembantaian yang dilakukan Orde Baru dengan berbagai motif. Total perkiraan korban dari sekitar 200-an kasus tersebut mencapai tidak kurang dari 1.000.000 jiwa (meninggal). Dengan demikian maka selama 32 tahun Orde Baru berkuasa tidak kurang dari 4.000.000 jiwa Rakyat telah menjadi korbannya.

Dalam satu kesempatan Diskusi, Sejarawan Ong Hok Ham, menyampaikan bahwa, jika dibandingkan antara jumlah korban saat kekuasaan kolonial Belanda 350 tahun dan kekuasaan Orde Baru 32 tahun maka ternyata jumlah korban saat Orde Baru berkuasa jauh lebih besar dibanding saat kolonial Belanda menjajah Indonesia.


I . 2 BEBERAPA KASUS PENGGUSURAN

Peristiwa

Daerah

Luas tanah

Korban

Ciulenyi

Bandung

300 hektare

1.000 KK

Raci

Pasuruan

2.000 hektare

4.000 KK

Grati

Pasuruan

8.000 hektare

12.000 KK

Nyamil

Blitar

90 hektare

400 KK

Kunir

Lumajang

80 hektare

400 KK

Pungguk

Blitar

36 hektare

150 KK

Nyinyir

Blitar

100 hektare

600 KK

Sunggal

Medan

167 hektare

200 KK

Tj Bulan

Sum-Sel

12.000 hektare

100.000 KK

Martoba

P Siantar

54 hektare

130 KK

Percut

Deli Serdang

1.236 hektare

2.000 KK

Tuntungan

Sumatera Utara

1.000 hektare

1.800 KK

Kedung Ombo

Jawa Tengah

4 Kecamatan

27.000 KK

Pulau Bintan

Riau kepulauan

23.000 hektare

14.000 KK

SUTT/SUTET

Jawa – Bali – Sumatera - dll

Ratusan desa

-

Agrabinta

Cianjur Selatan

10 desa

10.000 KK

Dan lain-lain

-

-

1000.000 KK

Kasus-kasus penggusuran tanah lainnya masih berjumlah sangat banyak (sekitar 1.800 kasus yang tercatat) diberbagai daerah dengan perkiraan korban gusuran tidak kurang dari 3.000.000 jiwa. Motif umum dari kasus pengusuran ini adalah pengambilan Hak tanah Rakyat menjadi Pabrik, Pangkalan militer, Waduk, dan sebagainya.

I . 3 BEBERAPA KASUS KORUPSI – KOLUSI – PENYALAHGUNAAN WEWENANG

Kasus

Perkiraan Korupsi ( Rp )

Keterangan

BBPC

Rp 118.000.000.000,-

Monopoli penanaman dan distribusi cengkeh.

Timor

Rp 10.000.000.000,-

Manipulasi pembuatan Mobil Nasional

DAKAB

Rp 85.000.000.000,-

Manipulasi dan Korupsi melalui Yayasan.

SUPER SEMAR

Rp 90.000.000.000,-

Manipulasi dan Korupsi melalui Yayasan.

Tata Niaga Jeruk

Rp 32.000.000.000,-

Monopoli tata niaga jeruk di kalimantan.

Impor Gandum

Rp 800.000.000.000.000,-

Manipulasi dan Korupsi Impor Gandum dari AS

Jalan Tol

Rp 60.000.000.000.000,-

Monopoli pengelolaan jalan tol.

PERTAMINA

Rp 77.000.000.000.000,-

Korupsi dan Penyeludupan minyak di Pertamina.

Listrik Swasta

Rp 160.000.000.000.000,-

Korupsi dan Manipluasi pembelian listrik swasta.

FREEPORT

Rp 200.000.000.000.000,-

Korupsi, Manipluasi dari konsesi FREEPORT.

Dana Non Budgeter

Rp 200.000.000.000.000,-

Korupsi dana Dept yang tak tertulis di Budget

Mark Up dana BUMN

Rp 150.000.000.000.000,-

Korupsi dari memanipulasi dana BUMN.

Dana Reboisasi

Rp 50.000.000.000,-

Korupsi dana Reboisasi untuk IPTN.


Diperkirakan masih ada sekitar 1.200 macam bentuk korupsi, kolusi dan manipulasi yang dilakukan oleh Soeharto dan Kroninya (Militer, Birokrat dan Swasta / Konglomerat) dengan jumlah perkiraan uang Rakyat yang dikorupsi berjumlah tidak kurang dari 220 milyard dollar AS, mulai dari tahun 1967 hingga saat ini.

I . 4 KASUS-KASUS LAIN.

Selain kedua kualifikasi kasus tersebut di atas maka masih banyak ternjadi kasus lainnya yaitu antara lain adalah ; Penangkapan semena-mena, Pembredelan media massa, Penculikan Aktivis Mahasiswa, Aktivis Buruh, Penyalahgunaan kewenangan dan sebagainya.

Dari kekejaman Orde Baru dengan berbagai kasus tersebut di atas yang menelan begitu banyak korban ternyata hingga saat ini tidak satupun yang terungkap, bahkan sebaliknya, Hukum (Sistem dan Birokrasi) pada kenyataanya justeru memberikan vonis bebas kepada Soeharto dan Kroninya. Dari peristiwa bebasnya Soeharto dan Kroninya maka sesungguhnya kita tahu dan sadar bahwa Hukum ternyata memang tidak berpihak pada Rakyat dan Rasa Keadilan yang hidup di masyarakat. Hukum saat ini justeru di jadikan alat untuk melanggengkan Impunity, contohnya antara lain adalah ketika Kejaksaan Agung memilih gugatan terhadap Soeharto dari kasus Yayasan – yayasannya dengan Dakwaan pada Soeharto selaku kapasitasnya sebagai ketua yayasan tersebut bukan sebagai kapasitasnya selaku Presiden, padahal sesungguhnya seluruh praktek korupsi yang dilakukan Soeharto dapat terjadi karena kekuasaan dan kewenanganya selaku Presiden (Abuse of Power / penyalahgunaan wewenang dulu baru terjadi Korupsi). Contoh lain, adalah kenapa tuntutan terhadap Soeharto hanya terfokus pada persoalan Yayasan saja tidak menyentuh persoalan-persoalan pelanggaran HAM dan Kekejaman Politiknya. Singkatnya, sampai saat ini mekanisme hukum dan perangkat birokrasi (Aparat penegak hukum) tetap tidak pernah berhasil mengungkap berbagai peristiwa pembantaian, penggusuran, Korupsi, Manipulasi dan Kolusi yang terjadi dan kemudian menangkap, mengadili serta memenjarakan para pelakunya.

II. MASALAH

A. HUKUM (SISTEM DAN PERAGKATNYA) TIDAK BERPIHAK PADA KEADILAN

Sebagian besar hukum positif (KUHP, KUHAP, UU Anti Korupsi, Peraturan Pemerintah, Keputusan Presiden, Instruksi Presien, Keputusan Menteri serta berbagai peraturan perundangan lainnya) yang berlaku di Indonesia dibuat pada masa pemerintahan Orde Baru yang diciptakan oleh Soeharto (Eksekutif saat itu yang berwenang untuk ikut membuat undang-undang bersama DPR / Legislatif). Dalam menciptakan Hukum tersebut Soeharto telah mempertimbangkan agar perbuatan dan prilaku Politik dan Ekonominya tidak dapat dijerat oleh Hukum, setidaknya dalam tafsir konstitusionalnya.. Selain itu untuk lebih menjamini perlindungan hukum terhadap dirinya maka kemudian Soeharto juga menempatkan orang-orang yang loyal / setia padanya untuk menduduki posisi-posisi strategis dan menentukan dalam seluruh struktur pemerintahan (perhatikan komposisi Parlemen dan Kabinet yang diisi oleh orang-orang loyalis Orde Baru), khususnya dalam hal ini adalah Yudikatif (Mahkamah Agung, Kejaksaan Agung, Departemen Kehakiman dan Kepolisian). Dengan demikian maka jangan heran bahwa sejak berkuasa sampai saat ini Soeharto serta kroninya tidak dapat tersentuh oleh hukum, sebab jelas hal yang sangat mustahil untuk menyeret dan mengadili Soeharto dengan menggunakan hukum yang dia ciptakan. Hukum menjadi alat untuk melanggengkan Impunity.

B. TIDAK ADANYA POLITICAL WILL PEMERINTAH

Pernyataan Gus Dur bahwa ia akan mengampuni Soeharto setelah di adili pada hakekatnya adalah pernyataan politik yang tidak perlu dan prematur dalam konteks penegakan nilai-nilai Keadilan. Begitu pula dengan sikap politik Gu Dur yang belakangan ternyata mengampuni tiga orang konglomerat (Marimutu Sinivasan, Samsul Nursalim, Prayogo Pangestu) juga adalah investasi yang buruk bila Gus Dur berniat untuk menanamkan fondasi Demokrasi Dari ke dua hal tersebut tampak bahwa pemerintahan Gus Dur tidak memiliki Political Will untuk menyelesaikan secara komprehensif persoalan-persoalan lama ( pelanggaran HAM, Korupsi, Kolusi, Kejahatan Politik dan Sebagainya ). Dari sisi lain bisa juga ditafsirkan bahwa Pernyataan dan Sikap Gus Dur tersebut mengindikasikan telah terjadi kompromi politik antara Eksekutif dengan para Konglomerat dan Orde Baru.

C. KOLABORASI PARLEMEN DENGAN MILITER DAN ORDE BARU

Dengan ditetapkanya prinsip Non-retroactivity dalam hasil ke dua amandemen UUD 1945 dengan definisi yang sumir dan samar yang membuka ruang terjadinya penyesatan dalam tafsiran konstitusional bahwa para pelaku pelanggaran HAM dan pelaku kejahatan kemanusiaan dan politik di masa lalu tidak perlu diadili semakin menjadi jelas dan tegas bahkan sangat vulgar bahwa di parlemen telah terjadi konspirasi dan kolaborasi antara Parlemen dengan Militer dan Orde baru (Perhatikan komposisi susduk DPR/MPR). Berikutnya bahwa yang terjadi ternyata tidak hanya Soeharto seorang yang mendapatkan Impunity melainkan juga kroni-kroninya di Militer, Golkar dan Kroni Ekonominya.

D. KEJAHATAN KEMANUSIAAN, KORUPSI, KOLUSI TERUS TERJADI

Tidak adanya sanksi terhadap para pelaku kejahatan HAM, Korupsi, Kolusi dan sebagainya sebagai akibat lemahnya hukum, tidak adanya poltical will pemerintah dan terjadinya kolaborasi Parlemen dengan Militer dan Orde Baru, sedikit banyak telah membangun situasi yang kemudian mewajarkan setiap bentuk kejahatan tersebut dan selanjutnya menjadi sah untuk di ulangi dikemudian hari. Setidaknya itulah gambaran situasi yang terjadi saat ini. Bahkan hal itu menjadi semakin terlihat ketika Parlemen dan Eksekutif telah sepakat untuk kembali memberlakukan UU PKB yang jelas-jelas mengandung semangat Represif dan berwatak Fasis.

Korupsi di setiap Lembaga Tinggi Negara, Departemen, BUMN dan berbagai Instansi pemerintah terus terjadi dengan kuantitas yang tidak berkurang bahkan dengan kualitas yang semakin berkembang. Sementara itu, Kolusi dan Nepotisme juga tidak ada pengurangan sama sekali. Tender-tender proyek, penentuan kebijakan ekonomi, dan penyelesaian kasus-kasus perdata maupun pidana juga dipenuhi dengan kolusi dan nepotisme.

Perampasan terhadap hak-hak Rakyat tidak pernah diselesaikan bahkan terus berulang-ulang terjadi. Kasus-kasus lama tidak terselesaikan kasus-kasus baru kembali bermunculan. Tidak ada kejeraan sedikitpun dari para pelaku kejahatan terhadap Kemanusiaan, Politik dan kejahatan Ekonomi hingga hari ini.

III MAHKAMAH RAKYAT SEBAGAI SOLUSI

A. HUKUM DAN KEADILAN

Hukum (Recht / Law) pada hakekatnya bukanlah tujuan melainkan Mekanisme, cara atau alat ( tool ) untuk menuju pada penegakan Keadilan ( justice ). Artinya ketika, hukum itu rusak dan tidak mampu membawa Rakyat pada Keadilan yang di rindukan dan di cita-citakan maka bukan berarti bahwa Keadilannya juga harus dikorbankan demi hukum, apalagi ketika disadari bahwa hukum yang ada, hukum yang di buat bukanlah berpihak pada kepentingan Rakyat dan bukan berpijak pada Rasa keadilan yang hidup di masyarakat melainkan berpihak kepada kelas yang berkuasa. Dengan demikian, jika hukum tidak dapat mewujudkan Keadilan maka Keadilan pasti, cepat atau lambat akan mencari jalannya sendiri.

Hukum dibuat oleh Negara, tetapi keadilan tidak diciptakan oleh Negara, keadilan tidak di buat, keadilan lahir ada dan tumbuh dalam setiap urat nadi dan hati nurani Rakyat. Keadilan yang Universal tidak diskriminatif dan keluar dari sekat-sekat perbedaan Suku, Warna kulit, Kebangsaan, Keyakinan bahkan Agama sekalipun. Sebab nmilai-nilai keadilan yang Universal itu justeru menjadi perjuangan semua umat manusia dari berbagai Suku, Warna kulit, Jenis kelamin, Agama, Keyakinan dan sebagainya. Setidaknya nilai keadilan universal itu berlaku umum di berbagai tempat, di berbagai wilayah negara. Keadilan Universal menyatakan dalam realitasnya bahwa DIMANAPUN TIRANI PASTI TUMBANG ( 12 Diktator ).

No

Diktator

Negara

Harta dan Kejahatan

Hukuman

1

Idi Amin

Uganda

Korupsi 20 Milyard Dollar US, Pembunuhan 1 juta jiwa

Lari ke luar Negeri.

2

Baby Doc

Haiti

Korupsi 35 Milyard Dollar US, Pembunuhan 1 juta jiwa

Lari ke luar Negeri.

3

Roh Tae Woo

Korea

Korupsi 22 Milyard Dollar US, Pembunuhan 500 ribu jiwa

Penjara 22,5 tahun

4

C Do Hwan

Korea

Korupsi 20 Milyard Dollar US, Pembunuhan 670 ribu jiwa

Di hukum mati

5

Alfredo S

Paraguay

Korupsi 30 Milyard Dollar US, Pembunuhan 800 ribu jiwa

Buang ke luar Negeri

6

JB Bokasa

Afrika

Korupsi 35 Milyard Dollar US, Pembunuhan 900 ribu jiwa

Penjara seumur hidup

7

N Causescu

Rumania

Korupsi 28 Milyard Dollar US, Pembunuhan 1 juta jiwa

Tembak Mati.

8

L Garcia M

Bolivia

Korupsi 30 Milyard Dollar US, Pembunuhan 1 juta jiwa

Penjara 30 tahun

9

F Marcos

Philipina

Korupsi 30 Milyard Dollar US, Pembunuhan 800 ribu jiwa

Lari ke luar Negeri

10

J Videla

Argentina

Korupsi 41 Milyard Dollar US, Pembunuhan 1,2 juta jiwa


Pers dan Forum Kota

PERNYATAAN SIKAP FORUMKOTA TERHADAP KEKERASAN YANG DILAKUKAN GERAKAN POLITIK BEM DALAM AKSINYA

Kekerasan demi kekerasan telah dilakukan BEMSI sebagai gerakan politik anti wahid telah mencapai batas batas wajar dari sebuah gerakan apalagi gerakan yang mengaku sebagai gerakan mahasiswa.

Kekerasan tersebut dilakukan dengan bekerjasama dengan aparat yang ada dilapangan atau dengan massa partai yang ada dilapangan.

1. Penusukan oleh mahasiswa BEM IPB terhadap teman teman dari Front Kota dan Forbes di bundaran HI

2. Pemukulan terhadap baikuni (pemrakarsa pertemuan 4 tokoh)

3. Pembakaran 2 mobil dan sebagian gedung Universitas Atmajaya yang diikuti dengan perusakan 5 mobil lainnya serta beberapa fasilitas pendidikan.kegiatan ini diikuti dengan aksi perebutan kamera dari
wartawan dan pengusiran wartawan.

4. penculikan terhadap 3 mahasiswa UKI yang baru pulang kuliah, salah satu korban telah dapat ditemukan teman temannya di UGD RS carolus dalam keadaan koma.

Gerakan BEM ini tidak dapat lagi dikatagorikan sebagai gerakan politik apalagi gerakam mahasiswa, melainkan dapat dikategorikan sebagai gerakan teror.

Untuk menjaga kemurnian gerakan mahasiswa kami menyerukan pemboikotan atas gerakan yang dilakukan oleh BEM.

Untuk teman teman wartawan yang mendapatkan tekanan untuk selalu meliput gerakan bem dapat mengirimkan kasus penekanan tersebut untuk selanjutnya kami teruskan ke Pers internasional.

Kami akan terus berjuang sampai rakyat menang karena dengan Rachmat Allah SWT kami yakin Rakyat Pasti Menang
wassalam

admin@forumkota.org

-------oo0oo--------

Jakarta 16 Februari 2001,

Berkaitan dengan pernyataan Akbar Tanjung selaku ketua DPR yang di rilis berbagai media massa termasuk Kompas, Rakyat Merdeka ( Jumat 9 Februari 2001) yang isinya menyatakan : "kalau bukan mereka (PRD, FAMRED, FORKOT, dan JARKOT), "Provokasi dan pengrusakan sistematis mirip dengan menghalalkan segala cara, kalau dilihat dari perspektif politik di indonesia itu cara cara yang dilakukan oleh komunisme."Maka dengan ini kami Komunitas mahasiswa se-JABOTABEK ( Forum Kota ) memberikan ultimatum kepada Akbar Tanjung dan seluruh jajaran pengurus GOLKAR untuk menarik kembali pernyataan mereka dan meminta maaf secara terbuka karena telah melakukan fitnah keji yang menjadi ciri gerakan politik yang biasa dilakukan oleh kelompok Komunis, Golkar dan Suharto. Untuk itu kami memberi Ultimatum selama 2X24 jam dan jika ultimatum ini tidak diperhatikan dengan serius dan golkar tidak mau minta maaf secara terbuka kepada rakyat indonesia, kami percaya bahwa Tuhan akan membimbing keadilan dan kebenaran dalam mencari dan menemukan sendiri jalannya.
Komunitas Mahasiswa SEJABOTABEK (FORUMKOTA)
www.forumkota.org (anggota Jaringan Kota)

-------oo0oo--------

Jakarta Post Wednesday, 14 February 2001
Student movement must be free from political interests: Adian

The following is an interview with Adian Napitupulu, the leader of the student group Forum Kota (Forkot), about the perceived split among the student groups that have been waging street rallies in response to the current political crisis. Adian's group is widely perceived to be in conflict with groups spearheaded by university student councils, such as BEM-UI, over whether President Abdurrahman Wahid should remain in office. These differences have already resulted in an attack by one student group on a number of student council activists. An interview with BEM-UI leader Taufik Riyadi ran on this page on Tuesday.

Question: How would you describe the landscape of the student movement today?

Answer: Students are now split into two. The first group supports certain political institutions and the elite who are now in conflict. This particular group is split further into at least two factions, namely those that support the executive branch of power and those that support the legislators.
These students have directly or indirectly, consciously or otherwise, positioned themselves as subordinates to the powers that be, which has caused us to question their objectivity, honesty and "moral legitimacy".
Groups that formally support Gus Dur are (the Islamic student organizations) PMII, IPP-NU and some others, while supporters of the legislature include (the Islamic student organizations) HMI and KAMMI.
There are also those who have established technical committees in support of Gus Dur. The supporters of the legislature (DPR) have also established their own committees outside of their original organizations, namely the student councils.

So the students are indeed divided?

I believe there are signs of that. This (split) occurred when the pro-DPR activists forced the other students to take a confrontational position, (saying in effect) that the failure to support the DPR was tantamount to supporting Gus Dur. But it's not that simple.
Today, any political force needs the support of students to legitimize its aspirations and interests. It is therefore regrettable that some students have fallen into this "game".
They realized that their presence was needed. Meanwhile, the political elite realized that students and the people movement could be turned into a commodity, so they made use of that.

The students were united in 1998 because you had a common enemy, namely Soeharto. Why have you been divided since?

It's probably because some student groups are no longer pure. They are no longer (loyal) to their earlier positions. If they want to take sides, they should quit the student movement. The student movement should not take the side of anyone but the people. It should never become the tool of any political force. It should instead be the tool of the people's political force.
(I blame) the infiltration (of the student movement) by certain political powers from some political parties ... They infiltrated the student groups and ... made use of the confusion felt by students about selecting issues for their campaign.

Are you saying some student groups have been co-opted by political interests?

Yes, by the political elite. We suspect the involvement of money here, but I am not naming names or sources. What's clear is that something has gone amiss. There's a very strong smell of money here.

The tabloid Adil reported that your group, too, reeks of money.

We categorically deny any (speculation) about (being paid) money (to champion a cause). In fact, we have run out of money for logistics because everyone is so busy with this fight. Whoever is not involved in the fight will be abandoned.

Your group has a message similar to that of Gus Dur's supporters, namely the dissolution of Golkar. This is why it is easy for the public to believe that your group supports Gus Dur.

Those who think that have forgotten history, namely that the dissolution of Golkar had been our demand since Soeharto fell (in 1998), when B.J. Habibie became president and when he lost the presidency, up to when Gus Dur was elected president.
That was our original demand. Now (those who say Forkot supports Gus Dur) may know this history but have their own political agenda, (which they hope to further) by increasing this split among the students.

It is difficult to change the public's perception of things, including Forkot's perceived support of Gus Dur. What do you think?

I think that is because the media refuses to reveal that there is a third party to the split. The media refuses to give us space to explain (the split). So the people have been forced to choose from only two options: for or against (Gus Dur).
A recent meeting between Gus Dur and members of Forkot at Hotel Indonesia strengthened the perception that Forkot supports Gus Dur.
We were invited, but we came to Hotel Indonesia not to take part in the meeting. We used the opportunity to voice our political stance in another room.

Now that student groups are divided, what do you think is the prospect for the reform campaign of the young intellectuals?

I think this is a process of natural selection for students to see which among them are gold and which are straw. Gold remains a valuable metal when it is put into the fire, while straw burns.

What do you think can be done to reconcile the students?

First, they could be grouped into one organization. This would be very difficult, however. Second, they could be reunited by a figure within the student movement itself. Maybe three or four figures, but I don't think this option is available at the moment. Third, they could be reunited if they had a common enemy.
But the split affecting students today is such that it would be difficult to reunite them, even if they had a common enemy, because of the conviction that the enemy of BEM (student councils) are student groups outside of BEM. And vice versa.
This has made it difficult for students to see the problems clearly. They have no distance from the problems; they are part of the problems because they have been trapped into voicing support for this or that group.
Reconciliation is difficult, though not impossible. It would take a long time, a great deal of energy and hard work. Which is why what we need to do is reduce the polarization. Student groups must distance themselves from political interests to restore their objectivity and honesty in assessing the situation.
They can never be objective if they are part of the problem.

Some people and organizations, namely the Cipayung Group (members of student movements from the 1980s), have stated their willingness to act as mediators and help reconcile the students.

I don't think they can, because those people are also part of the problem. Elements of the Cipayung Group are members of PMII and HMI. They are the ones in conflict. The conflict then spread because of intersections among student groups, both in formal and nonformal organizations. (Deka Kurniawan)

---

Asal Tahu Aja Utang bangsa kita saat ini lebih dari :
Rp. 2 . 000 . 000 . 000 . 000 . 000 , 00
(= 40.000.000 unit rumah di bintaro,jakarta)

yang dibuat oleh Suharto, Kroninya dan Anak anaknya. dan anak anak dan cucu kita yang disuruh bayar.